Minggu, 29 Agustus 2021

Gowes Ahad290821: "Kang Dammar Minggu Lalu Terjengkang, Kini Hilang"



Woiii!!! kang Dede Amar hilaaang!! pak Prestol kita gak ada euy, raib entah kemana," teriak salah seorang goweser yang membuat seluruh goweser terhenyak.

"Apa? hilang? Wah, gawat nih, minggu lalu jatuh terjengkang dari sepeda, sekarang malah hilang, ayo kita cari dulu!" kata jurnalis Kisunda, Kang Nana.

"Iya ya, Kang Dammar, Prestol kita kemana ya? Memang dari tadi gak kelihatan sih. Apa dia balik lagi ke Bandung gitu?," kata Kang Rusdi.

"Mungkin juga balik lagi ke Bandung, soalnya dia dari tadi terima telpon terus, mungkin ada keperluan mendadak," jawab Kang Irsan.

"Tapi mungkin juga nyasar, soalnya tadi posisi beliau di belakang terus, jadi mungkin gak tau kalau rombongan belok kesini," kata Kang Purnomo.

"Coba lihat ke pinggir danau, bisi tigejebur, nyiar-nyiar pisusaheun urang sarerea," kata Kang Mumu.

"Yah, paling juga putar balik ke Bandung, maklum beliau kan pejabat penting, yang penting saya yang harus ada kan?" kata Kang Isa, sang Bendahara Gowes NKRI.

Obrolan itu terjadi di Kampung Cikondang, Kota Bumi Parahiyangan (KBP), saat akan memasuki danau Cikondang. Tapi apa mau dikata, rupanya rombongan telah keliru jalan. Malah masuk ke perkampungan. Memang masuk ke pinggiran danau juga sih, tapi bukan tempat yang dituju. Area itu lebih banyak digunakan sebagai tempat pemancingan.

Siapa sih ini penunjuk jalannya?" kata Kang Rochadi.

"Tuh, Kang Tisna Sonokeling, yang sudah pernah kesini," kata Kang Yaya.

"Kayaknya jalannya sih memang kesini, tapi kenapa jadi nyasar begini ya?" kata Kang Tisna berusaha membela diri.

"Ya, sudah kita balik lagi saja, kita cari jalan lain lagi, " kata Kang Yopi berusaha menenangkan situasi yang rata-rata menunjukkan wajah kecewa bercampur cemberut.

Ya, maklum saja harapan ingin menikmati keindahan danau Cikondang, bersama resto liwet dan ikan bakarnya yang berada di tengah danau, menjadi harapan hampa.

Rombongan pun putar balik. Sesampai di jalan utama KBP, rentang-rentang tampak dari kejauhan Kang Dammar menuju ke arah rombongan. Dengan terselip sesungging senyuman dan wajah berbinar penuh sumringah, bagai menemukan harta karun, beliau pun melambaikan tangan.

Begitu berjumpa dengan rombongan beliaupun mulai berkoar:

"Aduh! bagaimana sih, saya kejar sampai ke arah Lapangan Golf KBP tapi gak ketemu. Saya kebut, malah dibantu pake mesin juga gak ada. Eh, rupanya aki-aki baredegong teh baru keluar dari jalan kampung," keluh Kang Dammar yang ditanggapi para goweser dengan ekspresi cengar-cengir.

Ya sudah lah kang, itu mah mungkin cuma ujian keimanan saja, sekarang mah mari kita cari tempat makan saja, anak-anak sepertinya sudah pada lapar nih," usul Kang Sigit dalam kapasitas sebagai ketua DKM Almuhajrin.

Rombongan pun kembali berangkat mencari tempat makan. Kali ini dipandu oleh kenalan baru yakni Kang Angga, yang kebetulan juga orang Antapani. Dengan dibantu guide, tak mengalami kesulitan untuk sampai ke Warung Seniman. Di warung ini memang sangat ideal untuk menjadi tempat makan kaum goweser. Harganya pun cukup bersahabat. Per paket lima orang cukup Rp 200 ribu saja. Setiap paket nasi liwet itu, ditemani lauk pauk yang lumayan bervariasi. Ada ikan goreng, ayam goreng, tahu tempe, asin peda, jengkol, lotek, dan pastinya dengan dua macam sambel.

Karuan saja, kekecewaan Kang Dammar, terbeli dengan adanya aneka menu pasakan ini. Apalagi setelah menikmati nyuruput kelapa dawegan, "nikmat mana lagi yang engkau dustakan," katanya menyitir potongan surat Ar-Rohman.

Setelah menikmati kuliner Warung Seniman yang nikmatnya luar biasa itu. Rombongan pun mulai bubar. Ya, kemana lagi kalau bukan balik kandang ke Antapani. 

Namun sebelum bubar, Kang Isa, sang Bendahara, dengan gagahnya menuju Kasir untuk membayar seluruh pesanan. Tak berapa lama, kembali dari kasir, tampak jalannya agak lunglai. Karuan saja direspon oleh Kang Dammar.

"Itu pak Isa kenapa wajahnya jadi pucat begitu, jalannya juga siga nu teu napak, seperti jalan di bulan..!!" respon Kang Dammar setelah melihat Kang Isa pulang dari Kasir.

"Masa sih, coba mana, oh iya yah, mungkin bayarnya kegedean kali,  biayanya tekor kayaknya," kata Padhe Rochadi.

"Makanya kalau ngisi kencleng agak gedean dikit, sekali-kali yang  warna merah keq, biar bendahara lebih leluasa membayar pesanan," kata Kang Rusdi.

Seluruh goweser pun bubar dan langsung dipandu Kang Tisna ke tempat pemberhentian bus. Tujuannya memang sudah diprogramkan bahwa pulangnya akan naik bis kota. Setelah sampai di Shelter Pemberhentian Bus. Rupanya ada 7 goweser yang enggan naik bus. Kata mereka, akan melanjutkan dengan cara goweser saja.

Ketujuh goweser itu adalah Kang Isa, Kang Yopi, Kang Yaya, Kang Sigit, Kang Aam, Kang Rusdi dan Kang Irsan. Sementara yang enam goweser melanjutkan perjalanan dengan naik bis kota, yakni Kang Dammar, Kang Tisna, Kang Mumu, Kang Rochadi, Kang Purnomo dan Kang Nana.

Apa komentar Kang Dammar, hingga kepulangannya tidak kompak seperti itu?. "Ya, harusnya sih kita konsisten, pulangnya semua naik bis kota sesuai yang diprogramkan, tapi kalau maunya seperti itu ya silahkan saja," katanya.

Tak berapa lama bis yang ditunggu datang. Keenam sepeda dimasukan. Setelah duduk nyaman di belakang, baru tau ternyata di bagian depan bis penuh dengan penumpang ibu-ibu. Mulailah Kang Dammar keluar guyonan cawokahnya.

"Ibu-ibu dari mana dan mau kemana?" kata Kang Dammar.

"Dari Si Abah tempat makan pak dan mau pulang lagi ke Bandung," kata seorang ibu.

"Waduh eta ibu-ibu meuni jarambah kitu. Jauh-jauh ti Bandung kadarieu geura, naringgalkeun salaki meureun nya," kata Kang Dammar.

"Wios  atuh bapak, puguh ge rek garanti salaki ieu teh hahaha...," jawab ibu-ibu siga nu rada teu eucreug.

"Wah, kabeneran bu, ini ada duren satu nih bu (maksudnya duda keren sambil nunjuk ke Padhe Rochadi). Ini duren pensiunan Telkom bu. Anom keneh, nembe 72 tahun. Lumayan bu kanggo coel-coeleun sambel mah," kata Prestol.

"Alim ah, ari ka aki-aki mah, ibu-ibu ieu mah haroyongna ka borondong," jawab si ibu.

"Eh, atuh borondong mah di Majalaya ibu," timpal Prestol yang direspon ketawa-ketiwi ibu-ibu.

Susana pun mulai sepi, ternyata sebagian sudah pada ngorok.

Akhirnya semuanya turun dari bis di BIP Jl Merdeka untuk kembali gowes ke Antapani, menuju ke rumah masing-masing. Alhamdulillah semuanya telah kembali dengan selamat, sehat, dan bahagia, serta bersama sejuta kesan yang tidak bisa enyah begitu saja.//*ns



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketua PGRI Jabar, Ketua RW-10 Ankid, Drs. H. Dede Amar, M.M.Pd., Wafat

بِسۡـــــــــمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡـمَـٰنِ ٱلرَّحِـــــــيمِ إِنَّا لِلّٰهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْلَهُ وَارْحَمْهُ وَعَاف...